- Latar Belakang
Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) di Indonesia telah mengalami degradasi; sehingga memerlukan Restorasi. Dengan restorasi diharapkan KHG akan mampu diperbaiki dan dipertahankan fungsi ekologisnya, seraya terus berupaya meningkatkan fungsi ekonominya secara berkelanjutan. Pemerintah telah menetapkan bahwa Fungsi Ekosistem Gambut terdiri dari Fungsi Lindung dan Fungsi Budidaya (PP 71 tahun 2014 sebagaimana diubah dengan PP 57 tahun 2016; PermenLHK Nomor 14 tahun 2017 dan Keputusan Menteri LHK Nomor 130 Tahun 2017); yang terbaru adalah P.10 tahun 2019.
Penetapan Fungsi Lindung dan Budidaya; dalam implementasinya akan mengalami berbagai tantangan dan kendala yang pada intinya adalah pencarian keseimbangan antara fungsi Ekologis (konservasi) dan Fungsi Ekonomi (resources for development) dari ekosistem tertentu sehingga dapat berkelanjutan (sustain). Kubah gambut sesuai PP 71 dan yang telah dirubah dengan PP 57 merupakan area sangat vital dalam sebuah Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG). Kubah gambut harus dipertahankan fungsinya sebagai area lindung dalam sebuah KHG adalah minimal sebesar 30% dari sebuah KHG. Area sebesar minimal 30% dari luasan KHG adalah dimaksudkan untuk menjadi sumber air bagi KHG dimaksud. Dengan demikian maka area kubah gambut haruslah dikelola dengan berbagai macam pendekatan agar supaya fungsinya tetap terjaga.
KHG di Kalimantan Tengah, sesuai dengan P.130 terdiri dari 34 KHG yang terbagi dalam fungsi lindung dan fungsi budidaya. Masing-masing KHG mempunyai tingkat degradasi yang berbeda sebagai dampak dari upaya alih fungsi dengan berbagai fasilitas pendukung yang dibangun terutama berupa jaringan irigasi yang berupa kanal-kanal. Fakta memperlihatkan bahwa kanal-kanal yang dibangun tersebut ada yang berada pada kubah gambut dan atau membelah kubah gambut yang ada dalam sebuah KHG.
Permen.LHK No.10/2019 telah mengatur mengenai Penetapan Kubah Gambut dan Pengelolaan Puncak Kubah Gambut berbasis KHG. Penentuan Puncak Kubah Gambut dilakukan melalui pendekatan perhitungan neraca air yang memperhatikan prinsip keseimbangan air atau water balance, dengan menggunakan metode Darcy yang dilakukan melalui tahapan: (1). perhitungan kapasitas maksimum tanah Gambut; (2). perhitungan nilai perbandingan air terbuang dan air tersimpan; dan (3). perhitungan areal yang dijadikan resapan air. Data-data lapangan yang digunakan dalam penentuan Puncak Kubah Gambut dan perhitungan neraca air antara lain data kedalaman gambut, topografi lahan dengan interval kontur 0,5 m (nol koma lima meter), porositas dan kelengasan tanah. Dalam hal peta fungsi Ekosistem Gambut skala 1:50.000 belum ditetapkan, data kedalaman Gambut menggunakan data faktual lapangan setelah dilakukan verifikasi oleh Direktur Jenderal, dan digunakan sebagai faktor koreksi terhadap peta fungsi Ekosistem Gambut skala 1:250.000.
Sedangkan untuk Pengelolaan Puncak Kubah Gambut berbasis KHG dilakukan dengan mempertimbangkan daya dukung air Ekosistem Gambut berdasarkan perhitungan neraca air dan fungsi hidrologis Ekosistem Gambut. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) Puncak Kubah Gambut dalam 1 (satu) KHG, Puncak Kubah Gambut yang telah dimanfaatkan dapat terus berjalan pemanfaatannya dengan menggantikan fungsi hidrologis Gambut dari Puncak Kubah Gambut lainnya. Ketentuan tersebut hanya berlaku pada KHG yang memenuhi kriteria fungsi lindung Ekosistem Gambut dengan luasan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari seluruh luas KHG. Pemanfaatan areal di luar Puncak Kubah Gambut yang memiliki izin dapat dilakukan sampai jangka waktu izin berakhir dengan kewajiban menjaga fungsi hidrologis Gambut.
Pada KHG Kahayan – Sabangau yang menjadi area untuk penelitian ini diketahui mempunyai tiga puncak kubah gambut yaitu yang berada pada bagian selatan, bagian tengah dan pada bagian utara. Khusus untuk penelitian ini, area yang menjadi focus adalah kubah yang berada ditengah-tengah, yang mana dalam RTRW Provinsi Kalimantan Tengah ditetapkan sebagai hutan lindung, seperti gambar berikut ini.

Gambar: Pola Ruang Blok C Berdasarkan Rencana Tata Ruang Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2015
- Tujuan Penelitian
Teknologi yang tepat untuk pengelolaan kubah gambut berkelanjutan adalah sebuah pendekatan yang masih perlu dicarikan metodenya. Sejauh ini pendekatan yang dilakukan adalah dengan melakukan pembangunan kanal bloking ( untuk tujuan rewetting) dan juga penanaman kembali (revegetasi) untuk area kubah gambut. Namun demikian, adalah sebuah fakta bahwa cara-cara tersebut belum memperlihatkan hasil yang cepat untuk memulihkan keadaan dari kubah gambut yang ada. Bagitu banyak kritik yang diberikan terhadap metode kanal bloking yang dianggap belum efektif untuk membasahi kubah gambut atau mempertahankan tinggi muka air baik yang berada dalam saluran yang dibuatkan kanal blokingnya dan juga tinggi muka air tanah disekitar kubah gambut sasaran terutama pada musim kemarau. Hal ini menunjukan bahwa masih sangat diperlukan penemuan atau inovasi baru dalam upaya membasahi kembali kubah gambut yang terdegradasi. Untuk itu maka tujuan yang ingin dicapai melalui peneltian ini adalah menguji coba pendekatan yang dilakukan untuk mengelola kubah gambut secara berkelanjutan melalui pengembangan plot penelitian disamping juga mengevaluasi berbagai pendekatan yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan demikian tujuan dari peneltian ini adalah:
- Review terhadap infrastruktur pembasahan dan penanaman kembali kubah gambut yang dilakukan sebelumnya;
- Pembangunan plot pembahasan kubah gambut melalui kombinasi sekat kanal timbun tanam (SK2T), penyekatan air tanah gambut diarea plot dengan rubber smoked sheed (RSS) dan juga penanaman dengan tanaman sago dan shorea blangeran , jelutung .
- Metode Penelitian
3.1. Lokasi Plot
Lokasi penelitian untuk kegiatan ini dilakukan dengan melihat pertama-tama adalah topografi yang ada pada area yang menjadi target. Pembangunan Sekat kanal timbun timbun tanam (SK2T) akan dilakukan pada area terendah pada saluran yang mana pada sekitar area tersebut tanah gambutnya juga adalah area yang paling rendah dari area sekitar. Untuk itu akan dilakukan studi geodetic untuk memastikan bahwa topografi yang terpilih adalah yang terendah dari area yang terpilih. Tujuannya adalah untuk mendapatkan area yang paling rendah permukaan tanahnya, namun diharapkan mempunyai tinggi muka air tanah yang paling dekat dengan permukaan. Diharapkan dalam jangka panjang, area ini akan menjadi area awal yang menjadi tergenang pada saat musim hujan dan atau area paling basah/lembab pada saat terjadinya musim kemarau panjang.
3.2. Metode dan alat (Kebaruan/Inovasi Dalam Teknologi Pengelolaan Kubah Gambut Berkelanjutan)
Pada penelitian ini akan dicobakan pembuatan sekat kanal dengan menggunakan karet alam (rubber smoked sheet/ RSS) yang dipadukan dengan papan kayu banuas dan juga penyekatan air tanah gambut pada area plot pada kubah gambut dengan karet alam yang dibarengi dengan penanaman sagu dan juga pohon shorea blangeran dan atau jelutung yang merupakan tanaman endemic area gambut dan tahan air/genangan. Jadi pada penelitian ini akan ada tambahan metode dalam bahan/alat untuk bahan pembuatan sekat kanal dan adanya pendekatan baru yaitu menyekat air tanah gambut pada tanah gambut itu sendiri.
Dasar pemikiran digunakannya metode ini adalah karena apabila yang dilakukan penyekatan hanya pada saluran air maka artinya yang dilakukan adalah menjaga air yang yang sudah keluar dari area gambut. Diharapkan air tanah pada tanah gambut akan tertahan cukup banyak air sehingga bulk densitynya bisa optimal. Metode sebelumnya nampaknya kurang efektif mengingat bila musim kemarau ternyata air dari gambut akan mengalir kesaluran atau kanal yang ada dan mengakibatkan gambut sekitar menjadi kering. Sementara itu sekat kanal yang dibangun juga kurang efektif menjaga muka air tanah bahkan muka air yang ada dalam saluran itu sendiri karena berbagai kendala teknis.
Pada penelitian ini akan dilakukan pembangunan sekat kanal dengan menggunakan kombinasi sekat timbun dengan tanah gambut dimana pada bagian depan dan juga bagian belakang akan dibuat sekat papan kayu banuas berlapis karet alam dimana dalam papan tadi diselipkan karet alam (RSS) sebagai bahan kedap air. Pada timbunan diantara dua sekat juga akan dilakukan penanaman pohon sagu dan juga shorea blangeran. Disamping itu untuk melakukan upaya optimal agar air tanah gambut tidak keluar begitu cepat kesaluran/kanal maka pada area sekitar arah hulu dari sekat kanal timbun yang dibangun juga dilakukan penyekatan dengan menggunakan karet alam (RSS) dengan cara dimasukan kedalam tanah gambut kurang lebih sekitar satu meter dengan melakukan pengirisan tanah gambut dan pada irisan tersebut dimasukan karet RSS tadi.
Dalam upaya untuk menahan lebih lama dan memanfaatkan air tanah gambut yang tertahan pada sekitar sekat karet yang dimasukan kedalam tanah gambut tadi maka disebelah dalam akan ditanam sagu dan juga pohon shorea blangeran (Sekat Karet RSS+S2B). Diharapkan dalam jangka panjang, seiring dengan rusaknya atau busuknya karet alam yang ada, pohon shorea blangeran dan pohon sagu atau pohon jelung dan pohon yang lainnya ini akan menjadi pohon alami untuk menjadi sekat didalam area gambut disekitar kanal seperti halnya yang ditanam pada sekat timbun yang dibangun pada kanal yang ada.
3.3. Pengamatan Dampak SK2T dan Sekat Karet RSS+ S2B Untuk tujuan pengamatan dampak terkini dan jangka panjang dari metode ini maka pada saat selesainya pembangunan sekat kanal timbun tanam (SK2T) dengan karet alam RSS yang digunakan sebagai pelapis papan kayu banuas dan juga sekat karet yang dimasukan pada tanah gambut sekitar yang mana disekitarnya juga ditanam sagu dan shorea blangeran, maka akan dilakukan beberapa pengukuran beberapa indikator yang berhubungan dengan upaya pembasahan dan penanaman/pengayaan area plot yang bisa saja adalah merupakan indikator untuk keterpulihan (terestorasinya) suatu area kubah gambut.